Senin, 8 Maret 2021 16:7:30 WIB
Hari Perempuan, Simpulpuan Bandung Desak Pengesahan UU PKS
Tiongkok
Angga Mardiansyah
Aksi damai memperingati Hari Perempuan Internasional digelar aktivis perempuan di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (8/3). (CNN Indonesia/ Huyogo)
Para aktivis yang tergabung dalam Simpul Pembebasan Perempuan (Simpulpuan) mengadakan aksi pawai (long march) hingga depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, guna menuntut pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Sebelum melakukan aksi di depan Gedung Sate, para massa aksi berkumpul terlebih dahulu di Taman Braga. Aksi ini diikuti dari berbagai elemen seperti mahasiswa, buruh, individu dan komunitas.
Mereka melakukan aksi tersebut sekaligus sebagai peringatan Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day (IDW) biasa diperingati setiap 8 Maret di seluruh dunia. Pantauan CNNIndonesia.com, dalam aksi damai Simpulpuan di depan kompleks pemerintah Pemprov Jabar tersebut, mereka membentangkan spanduk bertuliskan 'Kapitalisme Adalah Pandemi, Persatuan Perempuan Tertindas Adalah Polusi'.
Dalam aksinya massa aksi juga membawa poster-poster berisikan suara hati serta tuntutan pada pemerintah soal perempuan.
Juru Bicara Simpulpuan Khadijah menyatakan pihaknya mendesak RUU PKS segera disahkan karena proses pendampingan dan pencegahan kekerasan seksual di tengah masyarakat dinilai belum memadai.
"Memang kita mengangkat banyak tuntutan hanya saja yang saat ini masih sangat urgen adalah darurat kekerasan seksual. Jadi di poin pertama kita mencantumkan RUU PKS karena RUU PKS ini sudah lama tidak disahkan," katanya saat ditemui di sela aksi damai.
Untuk diketahui, hingga saat ini RUU PKS masih menjadi polemik. Sebagian pihak, termasuk misalnya Komnas Perempuan menilai beleid ini mampu menekan kasus kekerasan seksual hingga melindungi korban. Namun begitu, tidak sedikit pula pihak yang menolak RUU tersebut disahkan.
Sekitar empat tahun lamanya Komnas Perempuan membujuk DPR agar membuat payung hukum soal kekerasan seksual. Baru pada Mei 2016 Komnas Perempuan diminta untuk menyerahkan naskah akademik payung hukum tersebut.RUU PKS sendiri telah melalui jalan panjang. Awalnya, aturan ini diinisiasi Komnas Perempuan sejak 2012 menyusul kondisi Indonesia yang darurat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Meskipun demikian, RUU PKS sampai dengan saat ini belum juga dibahas DPR meskipun secara personal sejumlah wakil rakyat maupun pimpinan lembaga di dewan menjanjikan itu masuk Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Kita untuk coba terus kampanye karena alasan tidak disahkan selalu dalihnya masih ada penolakan. Kita akan berusaha semaksimal mungkin terus mengkampanyekan bentuk kegiatan yang pernah kita sudah sering lakukan seperti diskusi dan workshop di kampus-kampus," ujarnya.
Lebih Banyak Lakukan Pekerjaan Rumah
Di sisi lain, Khadijah mengakui situasi pandemi Covid-19 membuat lebih banyak aktivitas dilakukan dari rumah. Bahkan dalam situasi ini, perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan rumah dibandingkan laki-laki dan juga dibandingkan sebelum pandemi. Data dari Komnas Perempuan menunjukkan perempuan mengalami peningkatan beban kerja dua kali lipat dalam pekerjaan rumah tangga dibandingkan laki-laki. Sebanyak 57 persen perempuan juga mengalami peningkatan stres dan kecemasan dibandingkan 48 persen laki-laki.
Selain itu, himpitan ekonomi dan beban mental yang berat membuat perempuan menjadi sasaran kekerasan. Data terbaru Simfoni PPPA sejak pandemi berlangsung di Indonesia dari 29 Februari-27 November 2020, kekerasan terhadap perempuan mencapai 4.477 kasus dengan 4.520 korban.
Mayoritas korban kekerasan terhadap perempuan atau 59,8 persen adalah korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sedangkan, jumlah kekerasan terhadap anak perempuan mencapai 4.472 korban.
"Dalam kondisi pandemi, perempuan semakin rentan mendapatkan kekerasan karena diam di rumah dengan pelaku entah itu relasinya pacaran atau rumah tangga," ujar Khadijah.cnnindonesia
Komentar
Berita Lainnya
Xi Jinping: Biar Semua Orang Lansia Mempunyai Kehidupan Masa Tua Yang Berbahagia Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:14:40 WIB
Hasil Studi Ilmuwan Tiongkok, Minum Teh Setiap Hari Turunkan Risiko Diabetes Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:21:52 WIB
Tiongkok Produksi Kereta Api Hibrid yang BebasPolusi Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:26:6 WIB
Tiongkok Perkirakan Jual 68,5 Juta Tiket Kereta Selama Libur Hari Nasional Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:42:10 WIB
Tiongkok: Perlu Bersama Lindungi Fasilitas Infrastruktur Lintas Negara Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:48:4 WIB
Padi Hemat Air Bantu Petani Panen Melimpah di Tengah Kekeringan Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:51:7 WIB
Lanjutkan Balapan di Musim 2023, Zhou Guanyu Ingin Bawa Semangat dan Budaya Tiongkok Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 15:19:35 WIB
Tiongkok Larang Rokok Elektrik Rasa Buah dalam Peningkatan Regulasi Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 16:14:12 WIB
Tiongkok mendesak AS untuk mengakhiri kekerasan polisi terhadap orang kulit hitam Amerika selama sesi PBB Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 16:45:29 WIB
Setengah komunitas pedesaan di Tiongkok tercakup layanan perawatan lansia Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 16:49:6 WIB
Guangzhou: Gerbang maritim Tiongkok ke dunia sejak zaman kuno Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 17:10:22 WIB
Tiongkok kalahkan Slovenia dan AS di Kejuaraan Tenis Meja Beregu Dunia Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 17:20:34 WIB
Pemasangan Atap Beton Pertama Terowongan Jalan Raya Terpanjang di Provinsi Jiangsu Tiongkok Telah dimulai Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 17:25:54 WIB
Tiongkok ingin mengoptimalkan struktur ekonomi negara Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 17:30:30 WIB
Sinopec Tiongkok ingin hapus daftar ADS dari London Stock Exchange Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 17:50:46 WIB